Bangga Menjadi Warga NU 'Terutama Warga Pergerakan'
Itulah kiranya yang dapat saya
ungkapkan untuk melukiskan kekaguman saya pada Almarhum Abdurahman Wahid atau
biasa disapa Gus Dur. Seperti dilansir pada harian Kompas (Portal Berita: Klik
Disini!) hanya kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) yang
pernah menjadi Presiden RI, yakni Gus Dur. Kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
walaupun basisnya amat kuat, dalam panggung politik, HMI belum pernah melahirkan
seorang Presiden apalagi IMM (Ikatan Muhammadiyah). Ini menandakan bahwa warga
NU memiliki pengikut yang tidak sedikit, mengingat NU diistilahkan sebagai
induk dari PMII.
Anas Urbaningrum selaku Ketua DPP
Demokrat dan mantan Ketua Umum PB HMI digadang-gadang menjadi calon Presiden
2014. Namun seperti kita ketahui Anas Urbaningrum sudah terlebih dahulu
menjadi tahanan KPK akibat kasus suap Hambalang. Kini siapa yang bisa
diharapkan kader HMI? Walau begitu, posisi penting kampus masih didominasi
kader HMI ketimbang PMII dan IMM. Hal demikian menjadi PR besar bagi warga
Pergerakan. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar bercerita.
Suatu hari Gus Dur bertanya kepada Muhaimin Iskandar, “Apa beda HMI dan PMII?”
Lalu Gus Dur menjawab, “kalau HMI
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, tapi PMII tidak tahu cara
mmencapai tujuan.” (Portal Berita:Klik
Disini!). Menurut Gus Dur, PMII kurang canggih dalam berpolitik dibanding
kader HMI.Saya setuju dengan pernyataan Gus Dur. Bahwasanya, PMII memang masih
mempertahankan pemikiran tradisional ketimbang intelektual.
Siapa yang tidak mengenal sosok
Gus Dur? Gagasannya yang kadang kontorversial menjadi ciri khas tersendiri bagi
siapa saja yang memperbincangkannya. Menurut buku yang saya baca, saya lupa
judul bukunya. Gus Dur dipilih sebagai kaukus politik alternatif “poros
tengah” di tengah kondisi politik yang carut marut. Dengan fondasi spiritual
yang kuat, Gus Dur telah membawa perubahan besar bagi bangsa kita. Dari awal
Presiden Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono, Gus Dur lebih berkharisma.
Dengan latar belakang agama yang kuat, ahkan ada yang menyebutkan beliau adalah
wali.
Gus Dur bahkan telah menorehkan
sebuah prestasi. Ini terbukti dengan diterimanya penghargaan Global Tolerance
dalam peringatan Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember 2003 (Portal
Berita: Klik
Disini!). Gus Dur juga dikenal sebagai tokoh pluralisme. Beliau sering
melakukan dialog antar umat beragama dalam rangka menciptakan perdamaian,
toleransi, dan solidaritas manusia.
Kecintaan saya terhadap
Nahdlhatul Ulama semakin kuat, ketika Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indah
Paraswana mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jawa Timur 2013. Meskipun
pada akhirnya Khofifah kembali kalah. Apabila kita menengok sejarah, Nyai
Sholehah, isteri dari Kiyai Wahid Hasyim adalah contoh konkret tokoh perempuan
yang ikut berjuang membangun Bangsa Indonesia. Nadhatul Ulama sebagai
organisasi agama terbesar di Indonesia sangat mengapresiasi para pemimpin
perempuan.
Sejak masa Rasulullah perempuan
memiliki andil memperjuangkan hak-hak rakyat. Contohnya saja, Isteri Nabi
Aisyah r.a. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan, “meskipun
seorang perempuan tidak cocok menduduki jabatan di lembaga Negara karena lebih
menggunakan perasaan. Tapi, jika melihat perkembangan politik sekarang justru
Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki perasaan.” Jadi tidak ada alasan
untuk tidak mengikutsertakan perempuan dalam panggung perpolitikan.
Saya sebagai Nadhliyin terutama
warga Pergerakan mempunyai harapan besar. Agar kiranya bibit-bibit pemimpin
Bangsa lahir dari warga Pergerakan. Saya pribadi akan menyiapkan diri dari
sekarang. Mengingat potensial pemimpin perempuan cukup besar. Minimal saya akan
mempersiapkan lima tahun dari sekarang. Untuk berbenah, memperbaiki apa yang
perlu diperbaiki, menyiapkan apa yang perlu disiapkan. Semua itu, tidak
terlepas dari dukungan warga Pergerakan. Dan kehendak Allah terutama.
Komentar
Posting Komentar