Review Film Habibie Ainun 3: Antara Cinta dan Cita-Cita
Film Habibie Ainun 3 mungkin
menjadi film yang ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat Indonesia termasuk
saya. Saya sudah pesan tiket duluan di TIX.id, perdana film ini tayang.
Berharap banyak film ini semenarik film pertamanya. Chemistry antara Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari sangat
baik, seperti nyata. BCL benar-benar lihai memerankan sosok Alm. Ibu Ainun yang
cerdas, lembut dan bersahaja. Padahal kita ketahui, BCL pada saat pemutaran
film itu sudah memiliki suami namun tidak mempengaruhi kualitas akting
keduanya. Apalagi Reza Rahardian, aktor idola saya. Semenjak film Habibie Ainun
pertama saya jatuh cinta dengan kualitas aktingnya yang benar-benar menjiwai
karakter Alm. Bapak BJ. Habibie. Setiap film romantis yang diperankan Reza
Rahardian saya usahakan untuk menontonnya terkecuali My Stupid Boss. Saya tidak
pernah kecewa. Dia selalu bisa membuat penonton merasakan karakter yang ia
perankan.
Banyak sekali yang saya simpulkan
selesai menonton film ini. Pertama, tentang
cita-cita seorang perempuan yang patut diacungi jempol. Zaman dulu berbeda
dengan sekarang yang memposisikan derajat seorang perempuan sama dengan
laki-laki. Dulu, perempuan didiskriminasi untuk maju. Apa yang dialami Alm. Ibu
Ainun menggambarkan pada kita, tentang lemahnya kesetaraan gender. Bahwa
perempuan tidak boleh setara dengan kaum laki-laki termasuk menjadi seorang
dokter. Namun, sosok Ainun membuktikan bahwa stigma itu salah. Ia berhasil
menjadi lulusan terbaik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesa, menjadi idaman mahasiswa
karena kecerdasan dan perilakunya yang baik. Latar cerita sangat mendukung film
ini, seperti suasana, tempat dan atribut yang dipakai pemain begitu sempurna. Ditambah
cerita masa kecil Ainun, ketika ia mendampingi ibunya membantu persalinan
seorang ibu yang akan melahirkan. Mengagumkan, iya.
Kedua, tentang kisah Cinta Ainun. Mungkin kita semua dibuat
terkejut. Sosok Ahmad yang diperankan Jefri Nicol adalah mantan kekasih Ainun
sebelum menjadi isteri Habibie. Eyang Habibie yang diperankan Reza Rahardian
sangat detail menceritakan kisah cinta Ainun dan Ahmad kepada Anak dan
cucu-cucunya. Sampai salah satu cucunya bertanya, “Eyang nggak apa-apa?”
"Ya, tidak apa-apa. Itu masa lalu.
Kami sepakat, tidak memandang masa lalu. Kami hanya fokus pada masa depan kami berdua.” Kata Eyang Habibie.
Kurang lebihnya begitu. Satu kalimat yang saya ingat. Ahmad dan Ainun tidak
berjodoh karena tidak satu frekuensi, tidak satu tujuan. Ainun memiliki alasan untuk tidak memilih Ahmad. Lantaran Ahmad memiliki perbedaan pandangan terhadap masa depan mereka. Sederhana memang kelihatannya, tapi mampu membuat sepasang kekasih berpisah. Itulah yang terjadi pada cerita ini. Entah memang nyata atau sengaja ditambah untuk mempercantik jalan cerita. Atau ada alasan lain yang tak bisa dijelaskan pada cerita ini. Padahal begitu sayangnya Ahmad kepada Ainun. Ahmad selalu memiliki cara untuk menghibur Ainun dikala ia sedang berada dititik terendah. Seakan-akan mereka memang ditakdirkan bersama. Contohnya saja saat Ainun tidak bisa menyelamatkan nyawa seorang anak yang jatuh dari komedi putar. Ainun begitu terpukul dan menyalahkan dirinya. Selain keluarga, Ahmad digarda terdepan menguatkan Ainun. Itu yang menjadi kekurangan pada film ini. Tidak bisa meyakinkan penonton termasuk saya, mengapa perpisahan itu ada. Sehingga menjadi kurang menyentuh dihati.
Untuk peran Ainun, sosok Maudy
Ayunda memang pantas. Rasanya karakter Ainun memang seperti Maudy Ayunda, cerdas
dan bersahaja. Ditambah perawakan Maudy Ayunda yang manis-manis gula jawa
benar-benar menyatu dengan sosok Ainun. Tapi, untuk chemistry antara Maudy Ayunda dan Jefri Nicol, saya rasa masih
kurang. Berbeda antara Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari. Bukan berarti
akting Jefri Nicol buruk, malah saya cukup apresiasi, ia mendalami karakter
Ahmad yang tampan dan maskulin. Entahlah apa yang membuat chemistry
antara mereka rasanya kurang menurut saya pribadi.
Ketiga, tentang sosok Eyang Habibie. Tidak perlu diragukan
lagi kualitas akting Reza Rahardian. Ia begitu apik memerankan Eyang Habibi.
Gaya bicaranya, gerak-geriknya, penampilannya yang memang terlihat asli. Tata
rias prostetik yang digunakan membuat Reza Rahadian seolah-olah menjadi Habibi
di masa akhir hidupnya. Tidak ada kekurangan untuk bagian ini.
Akhir cerita pada film ini begitu
menyentuh. Membuat saya dan adik saya menangis, saat Eyang Habibi berjalan
kedalam suatu ruangan dan menemukan Ainun muda sedang menjahit. Seketika itu
saya berlinang air mata. Dokumentar prosesi pemakaman Alm Ibu Ainun dan
cerita-cerita Eyang Habibie ketika menghadiri talkshow bagaimana cintanya beliau
pada isterinya. Beliau bilang, sebelum Ainun meninggal ia benar-benar takut
dengan kematian. Sampai beliau berujar, “Dulu saya takut sekali mati, tapi
sekarang tidak karena yang pertama menemui saya adalah Ainun.” Tukasnya lirih.
Mungkin kalian berbeda pendapat?
Atau merasakan hal yang sama. Kurangnya
pada film ini masih tertutupi dengan adegan-adegan yang menarik lainnya.
Minimal membuat saya terharu pada endingnya.
Mantap film nya da. Penuh inspirasi.
BalasHapusBetul kak...menginspirasi👍
Hapus