Sekelumit Pendapat Tentang Film Dilan 1991
“Dia mungkin bukan lelaki yang baik, tapi dia tidak jahat, tetapi tidak kasar. Dia malah selalu membuatku tersenyum. Dia membuat aku ingin bangun pagi hanya untuk melihat apakah dia masih ada di bumi.” Milea
Masih ingat alur cerita film
Dilan 1990? Dimana kisah awal pertemuan Dilan dan Milea. Milea adalah siswa
pindahan dari Jakarta. Kisah romansa remaja tahun 90an, sederhana namun
mengigit. Chemistry antara kedua
pemain begitu legit dimata penonton. Dijamin, keluar dari pintu bioskop, kita dibuat berkhayal menjadi Dilan atau Milea, tersenyum sendiri, membayangkan adegan
demi adegan gombalan Dilan kepada Milea. Meniru gaya Dilan, merayu Milea atau meniru
jaket yang dipakai oleh keduanya. Ditambah, konflik Beni yang mengatai Milea
denga sebutan yang tak pantas. Emosi Dilan yang membuat kita merasakan
amarahnya. Apa kelanjutannya lagi? Tentu, itu yang kita pikir dan rasakan. Persahabatan
yang begitu kental. Ketika Milea sakit, teman-temanya ramai menjenguk Milea. Kisah
masa SMA yang diidam-idamkan remaja pada umumnya, bukan?
Kalian yang sudah
menonton Dilan 1990, akan berharap sensasi yang sama ketika menonton
kelanjutannnya, Dilanku 1991. Meski, alur cerita, Dilan dan Milea berpisah di
film ini. Paling tidak, penonton dibuat terbawa arus konflik yang terjadi
antara keduanya. Nyatanya, diluar ekspektasi.
Chemistry yang awal kemunculan
mereka, terkesan natural seperti nyata. Seperti sepasang remaja tengah dimabuk
asmara. Di film Dilan 1991, gombalan Dilan kepada Milea bisa dibilang
biasa-biasa saja. Malah terkesan datar. Konflik antar keduanya, tidak menggiring
emosi saya pribadi. Ditambah, kisah perseteruan Dilan dan geng motornya. Tidak ada
jati diri Dilan disini. Berbeda dengan Dilan 1990. Dilan begitu perkasa, pintar,
punya pendirian, yang berani membela kebenaran. Dilan terkesan lebih membangkang di film kedua ini.
Saya tidak menemukan apa yang
saya dapat ketika menonton film Dilan 1990. Padahal saya sangat menantikan
kelanjutan film ini rilis. Diluar ekspektasi saya, saya cukup salut film ini
mampu menghadirkan latar tahun 90an. Dimana jalan kota masih sepi. Siswa-siswa
kebanyakan masih jalan kaki kesekolah. Atribut yang dipakai pemain mempertegas,
cerita di film ini terjadi tahun 90an. Bagaimana dengan kalian, tentu kita
memiliki pendapat berbeda. Ini hanya seulas pendapat pribadi, apa yang saya
rasakan setelah menonton film Dilan, 1991. Semoga film selanjutnya, Milea lebih
baik lagi dari segi chemistry antar
pemain dan jalan ceritanya. Sehingga penonton dibuat terkesan seperti Dilan 1990, tidak habis
cerita menjelaskan bagaimana manisnya kisah remaja, Dilan dan Milea kala itu.
Komentar
Posting Komentar