Belajar Dari Novel 'Tango' ( Menerima Cinta Tanpa Syarat)
Novel tahun 2012
Happy weekend! Sembari menunggu
jadwal seminar proposal saya, tepatnya tanggal 8 April 2015 ini. Saya mengisi
waktu weekend ini dengan membaca novel ‘Tango’ karya Goo Hye Sun. Finally, the end. Pertama kali, saya
membaca novel ini, gaya tulisan yang agak berat sedikit mempersulit saya
mengikuti jalan ceritanya. Tapi, lama-kelamaan cerita dalam novel ini membawa
saya ke alam bawa sadar. Ceritanya begitu menarik, tidak terlalu banyak konflik,
alurnya maju dan menekankan sebuah realita. Bahwa hubungan percintaan ‘tidak melulu’ kisah
antara pria kaya dan wanita miskin. It’s
real life.
Yun (tokoh utama wanita) adalah perempuan metroplitan, modern dan berkelas tinggi. Memiliki pekerjaan yang bonafit sebagai penerjemah novel berbahasa Inggris. Dibesarkan di tengah keluarga yang lengkap dan bahagia. Sahabat gay bernama He Dae yang selalu menssuport setiap tindakannya. Namun, kehidupan Yun berubah setelah bertemu Kang Jong Won, lelaki muda dan tampan. Sebagai seorang seniman, Jong Won kadang bekerja kadang tidak. Alias Jong Won tidak memiliki pekerjaan tetap. Selama dua tahun, Yun berpacaran dengan Jong Won. Selama itu, mereka masih tidak saling memahami karakter masing-masing. Yun merasa antara Jong won dan dirinya memiliki perbedaan besar dalam memaknai kehidupan. Jong won yang pemabuk berat dan perokok bertolak belakang dengan keadaannya yang penuh gairah dalam menatap masa depan. Jong Woon adalah penggila espresso sedangkan Yun hanya menyukai minuman manis. Ibarat tarian tango, mereka adalah pasangan yang menari tango dengan langkah yang tidak seirama. Mereka saling menginjakkan kaki masing-masing dan menahan rasa sakit, mereka terus menari sampai kaki mereka terluka dengan parah. Jong Won merasa tidak dapat mengimbangi Yun lagi dalam menari tango. Sampai mereka berpisah dengan cara baik-baik. Tidak lama berpisah dari Yun. Jong Won menggandeng perempuan lain. Awalnya Yun tidak terlalu terbebani. Namun perasaan kehilangan semakin besar. Cukup lama, Yun kembali membuka lembaran baru , berharap lelaki jatuh dari langit. Sampai akhirnya Yun bertemu dengan Park Si Hoo, pemuda tampan, memiliki tangan cantik, alis tebal dan senyum menawan. Si Hoo juga memiliki cara tersendiri dalam menapaki kehidupan. Dia sosok bebas dan berangan-angan tinggi. Dia lelaki cerdas saya pikir. Terbukti dengan kalimat-kalimat frosanya yang membuat hati perempuan manapun bergemit. Memang pemuda tampan slelau menduduk top rate untuk dijadikan kekasih, tapi pemuda cerdas lebih memikat, pikir saya. Mereka secara tidak sengaja bertemu di kereta bawah tanah. Tapi tunggu, Si Hoo hanyalah pemuda biasa. Dalam kondisi ini, Yun sempat bimbang. Si Hoo adalah mantan pacar Eun Yi, partner kerjanya di agensi penerbitan. Sebelumnya Yun, hendak dilamar Park Min Young, wakil penerbit di agensi tempatnya bekerja menerjemahkan novel-novel. Min Young adalah lelaki mapan, memiliki pekerjaan tetap dan siap untuk memabahagiakannya. Tapi, Yun malah jatuh cinta pada Si Hoo yang notabenenya adalah karyawan biasa. Cinta memang tanpa syarat. Yun menolak secara baik-baik niat suci Min Young untuk menikahinya. “Persyaratanmu sangat sempurna. Namun, tidak ada cinta. Aku adalah orang yang polos, yang dapat menerima apapun asal ada cinta. Aku ingin bersemangat akan cinta.” Kalimat yang menggunggah perempuan materialitis manapun. Untuk tidak menukar cinta dengan kekayaan materi. Ketika Yun benar-benar meresapi cinta dengan tulus. Si Hoo tak dapat dihubungi selama satu minggu. Yun mulai berpikirannya macam-macam. Apakah Si Hoo benar-benar mencintainya? Apakah yang ia rasakan adalah cinta. Sebuah kabar duka menghampiri Yun. Si Hoo meninggal. kecelakaan maut merenggut nyawanya. Kejadian itu terjadi setelah kencan buta mereka di shubuh hari. Dengan setengah mabuk, Si Hoo pulang mengendarai motor. Lalu, dia ditabrak sebuah mobil. Yun diminta oleh pihak kepolisian untuk menjadi walinya. Karena Si Hoo tidak memiliki keluarga. Meski, sudah seminggu berlalu. Kondisi tubuh Si Hoo masih sangat bersih. Untuk terakhir kali, Si Hoo pernah mengatakan pada Yun bahwa ia ingin berhibernasi di bongkahan es. Si Hoo telah memberikan tanda sebelum dia meninggal. Petugas pemakaman memberikan Yun selembar foto polaroid. Foto itu diambil ketika mereka kencan buta di shubuh hari. Sungguh disayangkan, ketika kita mulai menemukan cinta. Cinta itu kadang pergi dengan sangat menyakitkan contohnya saja perpisahan. Setelah kepergian Si Hoo, Yun tetap menjalani kehidupannya dengan ceria dan bahagia seperti pesan Si Hoo. Tanpa diduga, Jong Won meminta Yun kembali kepadanya. Namun, Yun tidak menginginkan Jong Won lagi. dia lebih memilih untuk sendiri. Karena baginya, dia harus bahagia tanpa lelaki disampingnya. Kekurangan dalam novel ini hanya satu, kalimat yang begitu baku dan monoton. Terlalu puitis dan filosofis. Entah memang dari penulis aslinya atau karena novel ini adalah terjemahan. Ah, apapun itu cukup apresiasi dengan novel ini.
Yun (tokoh utama wanita) adalah perempuan metroplitan, modern dan berkelas tinggi. Memiliki pekerjaan yang bonafit sebagai penerjemah novel berbahasa Inggris. Dibesarkan di tengah keluarga yang lengkap dan bahagia. Sahabat gay bernama He Dae yang selalu menssuport setiap tindakannya. Namun, kehidupan Yun berubah setelah bertemu Kang Jong Won, lelaki muda dan tampan. Sebagai seorang seniman, Jong Won kadang bekerja kadang tidak. Alias Jong Won tidak memiliki pekerjaan tetap. Selama dua tahun, Yun berpacaran dengan Jong Won. Selama itu, mereka masih tidak saling memahami karakter masing-masing. Yun merasa antara Jong won dan dirinya memiliki perbedaan besar dalam memaknai kehidupan. Jong won yang pemabuk berat dan perokok bertolak belakang dengan keadaannya yang penuh gairah dalam menatap masa depan. Jong Woon adalah penggila espresso sedangkan Yun hanya menyukai minuman manis. Ibarat tarian tango, mereka adalah pasangan yang menari tango dengan langkah yang tidak seirama. Mereka saling menginjakkan kaki masing-masing dan menahan rasa sakit, mereka terus menari sampai kaki mereka terluka dengan parah. Jong Won merasa tidak dapat mengimbangi Yun lagi dalam menari tango. Sampai mereka berpisah dengan cara baik-baik. Tidak lama berpisah dari Yun. Jong Won menggandeng perempuan lain. Awalnya Yun tidak terlalu terbebani. Namun perasaan kehilangan semakin besar. Cukup lama, Yun kembali membuka lembaran baru , berharap lelaki jatuh dari langit. Sampai akhirnya Yun bertemu dengan Park Si Hoo, pemuda tampan, memiliki tangan cantik, alis tebal dan senyum menawan. Si Hoo juga memiliki cara tersendiri dalam menapaki kehidupan. Dia sosok bebas dan berangan-angan tinggi. Dia lelaki cerdas saya pikir. Terbukti dengan kalimat-kalimat frosanya yang membuat hati perempuan manapun bergemit. Memang pemuda tampan slelau menduduk top rate untuk dijadikan kekasih, tapi pemuda cerdas lebih memikat, pikir saya. Mereka secara tidak sengaja bertemu di kereta bawah tanah. Tapi tunggu, Si Hoo hanyalah pemuda biasa. Dalam kondisi ini, Yun sempat bimbang. Si Hoo adalah mantan pacar Eun Yi, partner kerjanya di agensi penerbitan. Sebelumnya Yun, hendak dilamar Park Min Young, wakil penerbit di agensi tempatnya bekerja menerjemahkan novel-novel. Min Young adalah lelaki mapan, memiliki pekerjaan tetap dan siap untuk memabahagiakannya. Tapi, Yun malah jatuh cinta pada Si Hoo yang notabenenya adalah karyawan biasa. Cinta memang tanpa syarat. Yun menolak secara baik-baik niat suci Min Young untuk menikahinya. “Persyaratanmu sangat sempurna. Namun, tidak ada cinta. Aku adalah orang yang polos, yang dapat menerima apapun asal ada cinta. Aku ingin bersemangat akan cinta.” Kalimat yang menggunggah perempuan materialitis manapun. Untuk tidak menukar cinta dengan kekayaan materi. Ketika Yun benar-benar meresapi cinta dengan tulus. Si Hoo tak dapat dihubungi selama satu minggu. Yun mulai berpikirannya macam-macam. Apakah Si Hoo benar-benar mencintainya? Apakah yang ia rasakan adalah cinta. Sebuah kabar duka menghampiri Yun. Si Hoo meninggal. kecelakaan maut merenggut nyawanya. Kejadian itu terjadi setelah kencan buta mereka di shubuh hari. Dengan setengah mabuk, Si Hoo pulang mengendarai motor. Lalu, dia ditabrak sebuah mobil. Yun diminta oleh pihak kepolisian untuk menjadi walinya. Karena Si Hoo tidak memiliki keluarga. Meski, sudah seminggu berlalu. Kondisi tubuh Si Hoo masih sangat bersih. Untuk terakhir kali, Si Hoo pernah mengatakan pada Yun bahwa ia ingin berhibernasi di bongkahan es. Si Hoo telah memberikan tanda sebelum dia meninggal. Petugas pemakaman memberikan Yun selembar foto polaroid. Foto itu diambil ketika mereka kencan buta di shubuh hari. Sungguh disayangkan, ketika kita mulai menemukan cinta. Cinta itu kadang pergi dengan sangat menyakitkan contohnya saja perpisahan. Setelah kepergian Si Hoo, Yun tetap menjalani kehidupannya dengan ceria dan bahagia seperti pesan Si Hoo. Tanpa diduga, Jong Won meminta Yun kembali kepadanya. Namun, Yun tidak menginginkan Jong Won lagi. dia lebih memilih untuk sendiri. Karena baginya, dia harus bahagia tanpa lelaki disampingnya. Kekurangan dalam novel ini hanya satu, kalimat yang begitu baku dan monoton. Terlalu puitis dan filosofis. Entah memang dari penulis aslinya atau karena novel ini adalah terjemahan. Ah, apapun itu cukup apresiasi dengan novel ini.
Penulis adalah pemeran utama wanita drama korea "Boys Before Flower" yang sempat menggemparkan kancah pertelivisan Indonesia. Selain handal berakting, Goo Hye Sun pandai berimajinasi dengan kata dan mensutradarai film pendek. Apalagi yah karya Goo Hye Sun selanjutnya? Saya tunggu unnie!
Komentar
Posting Komentar