Ulasan Buku dan Review Film Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar)

Bulan Desember lalu saya menonton film 7/24 bersama seorang teman kuliah. Ketika saya melintasi aula bioskop, tidak disangka saya melihat Film Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar) dalam putaran “coming soon”  mulai tayang 24 Desember 2014. Wah betapa senangnya saya waktu itu. Sebelum saya memutuskan untuk menonton Film Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar), saya mencoba menggali informasi mengenai trailer dan sinopsisnya. Saya cukup antusias ketika melihat trilernya, saya rasa tidak jauh berbeda dengan buku aslinya. Bagaimana kisah perjuangan Merry Riana mengejar mimpi sejuta dolar bersama sang suami, Alva Tendjeresa. Apalagi pemeran Merry Riana, cukup berkarakter dalam memainkan perannya, Chealsea Islan, wajah baru dalam industri perfilman Indonesia.

Sebelum saya review Film Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar), ada baiknya saya ulas buku “Merry Riana”, karangan Alberthiene Endah. Tanpa mengutip ulasan dari author website lainnya. Saya benar-benar ambil dari buku “Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar)”. Dan saya mengulasnya sendiri.

Perjuangan Merry Riana dimulai ketika dia memutuskan untuk kuliah di Nanyang Technology University, karena kondisi tanah air yang memprihatinkan. Tepatnya pada tahun 1998, terjadinya kerusuhan yang merenggut banyak nyawa bahkan melumpuhkan sendi-sendi perekonomian. Atas kondisi demikian, tidak ada pilihan bagi orangtua Merry Riana untuk tetap membiarkannya kuliah di Indonesia. Disini awal titik berat perjuangan Merry Riana, gadis belia yang tidak pernah hidup susah pergi seorang diri ke Singapura. Bukan untuk berlibur atau mengunjungi sanak famili disana melainkan untuk menimba ilmu di Nanyang Techonology University. Satu-satunya universitas yang menawarkan fasilitas kredit bagi warga Indonesia yang ingin menimba ilmu disana. Pinjaman meliputi biaya asrama, biaya kuliah dan uang saku diberikan setiap enam bulan. Tidak termasuk buku dan bahan fotokopi. Jumlah utang yang diberikan sebesar  40 ribu dolar yang dikurskan kedalam rupiah sebesar 300 juta. Dengan keterbatasan yang dia miliki, membuat Merry Riana berpikir keras untuk menghemat pengeluaran karena uang makan yang dia terima selama seminggu hanya berkisar 10 dolar, artinya dia hanya bisa makan 5 kali dalam seminggu. Sedangkan harga lauk tanpa daging dan sayur berkisar dua dolar per porsi. Keadaan mengajarkannya berpikir ekstrim dibanding sebelumnya. Dia membeli roti untuk makan siang yang harganya tidak sampai dua dolar. Otomatis dia dapat berhemat beberapa dolar. Yang membuat terharu ketika dia memakan rotinya di dalam toilet karena merasa malu. Sedangkan untuk minum, dia terpaksa memasukkan tap water  kedalam botol. Dibalik itu semua, NTU menawarkan kondisi lingkungan yang nyaman untuk belajar. Sehingga Merry Riana tidak kerasa berjibaku dalam dunia kampus. Tidak jarang, dia bersama kawan-kawannya mengikuti kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh kampus untuk mendapat makan malam gratis. Sesekali ketika uangnya berlebih, dia makan di kantin kampus berupa nasi, oseng tauge dan sepotong tahu. Benar-benar nikmat  menurutnya. Suatu hari, dia bertemu seseorang yang memiliki nasib serupa dengannya, seseorang yang akan menghantarkannya ke dalam gerbang kesusksesan, seseorang yang akan menjadi suaminya kelak. Pertemuan terjadi ketika Merry Riana mengikuti pelajaran pendalaman kitab suci. Setelah pelajaran usai, dia berbincang-bincang dengan Alva, seorang mahasiswa asal Indonesia. Dalam lubuk hati paling dalam, Marry Riana takjub dengan kecerdasan yang  Alva miliki. Dia pandai berstrategi dibanding dirinya. Ketika jam perkuliahan kosong, dia menyempatkan berdiskusi bersama  Alva. Mungkin karena terbiasa bertemu, tumbuh cinta antara keduanya. Mereka berpacaran. Alva menyarankannya untuk mencari pekerjaan sampingan. Hitung-hitung pada tahun kedua perkuliahan tidak seberat tahun pertama. Mulailah dia mencari pekerjaan. Pekerjaan yang biasa dilakukan mahasiswa dalah membagikan brosur pada pengguna jalan. Upah yang diberikan tidak terlalu besar berkisar 3 sampai 5 dolar per jam. Secara fisik memang tidak begitu berat hanya dibutuhkan mental yang  tahan banting. Tidak jarang orang-orang yang melintas membuang muka bahkan menolak menerima brosur yang dia bagikan. Merry Riana berhasil melewati masa kerja dengan penuh energik dan semangat menggelora. Berkat kerja kerasnya yang tidak kenal lelah, dia bisa mencicipi segelas kopi dan  menyantap lauk isi daging.

Akhir tahun 2000, Merry Riana berulang tahun ke-20. Dimana dia menggaungkan kata sukses dalam resolusinya. Memasuki tahun ketiga, tidak ada kegundahan dalam hari-hari Merry Riana karena pengaruh uang tabungan. Dia tidak perlu lagi mencemaskan hari esok. Dia mengikuti berbagai kegiatan kampus mulai dari paduan suara, organisasi kegamaan hingga olahraga. Sehingga menambah poin untuk pindah ke asrama yang lebih baik. Liburan semester lima dia manfaatkan untuk bekerja. Kali ini dia menekuni usaha florist milik adik Mr. Kenny, bos biro jodoh tempat dulu dia bekerja sebagai pembagi brosur. Toko florist menjual aneka bunga-bunga segar dan rangkaian bunga sederhana yang sudah jadi. Disana, Merry Riana tidak hanya duduk diam, melayani pembeli atau merapikan bunga-bunga yang akan dijual. Dia ditugaskan adik Mr.Kenny membagikan brosur ke perusahaan-perusahan dan meminta kartu nama mereka. Hal demikian tidak membuat nyalinya ciut. Karena dia sudah terbiasa menghadapi penolakan. Saat akhir pekan, ketika florist tutup. Dia menyambi pekerjaan sebagai pelayan hotel berbintang lima di kawasan orchard. Yang membuat pedih, ketika pembagian upah tiba. Mereka diminta berbaris oleh supervisor. Pasalnya jam terkahir operasional MRT pukul 23.00. Otomatis, Marry Riana harus berlai kencang menuju MRT. Tidak jarang ketika pesta berakhir, makanan sisa tamu dibuang. Peraturan hotel memberlakukan pelayan tidak boleh membawa pulang makanan hotel. Atas pencapaiannya selama bekerja, dia bisa menabung lebih banyak lagi. Suatu malam, ketika dia pentas paduan suara. Alva memberika sebuket bunga. Malam itu juga, Merry Riana mentraktir Alva dan mengajaknya ke UOB Buliding. Tempat dimana khalayannya tentang kesuksesan terukir. Merry Riana memberanikan diri memulai bisnis sendiri. Dia mengikuti bisnis Multi Level Marketing (MLM) bernama Sucsess Forever. Cara kerjanya sederhana, peserta harus membayar 200 dolar untuk mendapatkan password. Setelah bisa mengakses sistem, dia perlu mencari downline.

Disini awal kegagalan Merry Riana, dia ditipu terang-terangan oleh bisnis yang dia percaya akan memberikan income besar-besaran padanya. Ternyata bisnis yang dimulai dengan cara instan benar-benar tidak ada. Satu hal yang dapat dipetik dari pengalaman ini. Dia harus berhati-hati dalam berinvestasi. Kegagalan pertama dalam berbisnis tidak membuat dia patah arah tujuan. Dia kembali bersemangat. Kala itu, dia mengikuti kerja magang di perusahaan. Dia memilih perusahaan semikonduktor asal Amerika dengan gaji 750 dolar. Pengalaman magang mengajarkannya sesuatu, bahwa gaji sebagai karyawan perusahaan tidak akan cukup memenuhi ambisinya. Dia perlu bekerja ‘mati-matian’ untuk menutupi hutang pendidikannya. Dia kemudian mengubah paradigma yang lebih ekstrim. Ya, menjadi wirausaha adalah resolusinya setelah lulus kuliah.

Bulan Agustus 2001, Merry Riana jalani dengan penuh rencana. Suatu hari, ketika dia dan Alva mendatangi pameran, sekilas dia membaca brosur tentang kedatangan Anthony Robbins ke Singapura. Seorang motivator dunia yang menjadi landasan orang-orang untuk sukses. Satu tiket dikenakan biaya 1.250 dolar atau seharga 17,5 juta rupiah. Untuk memutuskan membeli tiket atau tidak mereka berembuk selama beberapa jam karena ini mengenai mimpi mereka. Seminar dilaksanakan selama empat hari dengan penuh suka cita dari peserta. Tidak jarang mereka yang menyaksikan seminar berderai air mata. Karena Anthony Robbins berhasil membius ribuan perserta dengan kalimat menakjubkan. Pikiran bodoh melintas dalam pikiran Merry Riana. Dia berlari menuju panggung untuk berfoto bersama idolanya. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Dia ingin membuktikan perkataan Anthony Robbins bahwa seluruh mimpinya bisa diraih. Sesuatu terjadi, dia telah membuktikan semuanya. Dia berhasil berfoto bersama Anthony Robbins ketika jeda seminar selama 15 menit. Langkah pertama menuju kesuksesan sesungguhnya, begitu pikirnya. Ide brilian kembali muncul ketika mereka tengah berproses menyelesaikan skripsi. Mereka memutuskan untuk memulai bisnis mencetak kaos dan skripsi.  Kaus itu dipakai dalam acara ekstrakulikuler antar fakultas. Beberapa mahasiswa yang tertarik bersedia memberikan order cetak kepada mereka dengan harga yang begitu miring. Ternyata ketika Merry Riana dan Alva mendatangi percetakan, tidak satupun dari mereka setuju untuk bekerja sama karena mereka telah mempromosikannya secara langsung dengan mahasiswa NTU. Tentu saja mereka kecewa. Seperti sebelum-sebelumnya, mereka tidak kehabisan akal. Mereka mendapat kabar dari seorang teman tentang bisnis MLM. Mereka kembali bersemangat. Di Indonesia bisnis itu tengah merajai pasar. Produk kesehatan berupa multivitamin bermerk Tianshi yang akan menembus pasar singapura. Peminatnyapun tidak sedikit. Suatu kabar mengejutkan terlontar dari mulut Alva, bahwa Tianshi tidak jadi masuk ke Singapura karena penduduk Singapura yang tergolong sedikit namun berbiaya besar dalam pemasarannya. Untuk menghilangkan stres. Memasuki semester terakhir, mereka disibukkan dengan acara-acara yang diadakan oleh NTU, semacam perlombaan yang bernilai edukasi seperti permainan Cashflow Game, permainan itu tidak jauh berbeda dengan permainan monopoli namun mereka benar-benar seperti sedang melakukan transaksi jual beli. Setelah meraih kemenangan pada permainan Cashflow Game, mereka mengikuti perlombaan stock exchange, atau jual beli saham. Mereka kembali meraih juara pertama.Tidak banyak berpikir, mereka mencoba peruntungan kembali dalam bisnis jual beli saham dengan modal awal 2000 dolar. Mereka membeli saham perusahaan semikonduktor yang cukup ternama di Singapura. Akibat bisnis itu, mereka cenderung bertengkar memperdebatkan apakah saham mereka miliki dijual atau tidak. Akhirnya mereka gagal, mereka rugi sebesar 10.000 dolar karena harga saham terus mengalami fluktuatif. Uang hasil patungan mereka berdua. Mereka memutuskan untuk menyudahi perjalanan bisnis jual beli saham. Terhitung Merry Riana mengalami tiga kali kegagalan. Setelah kegagalan demi kegagalan dia lewati. Dia tidak menyiksa diri dengan mengutuk dirinya sendiri.

Dia lulus kuliah dengan baik, dengan predikat Second Upper Honours. Kebahagiaan berikutnya datang dari Alva. Mereka akhirnya bertunangan. Sebelumnya, Alva bersama keluarganya datang kerumah Merry Riana di Kayu Mas untuk melamarnya. Di hari kelulusan mereka berdua. Mereka mengikat janji suci di gereja Fancis Asisi di Jurong West disaksikan orangtua masing-masing. Setelah kelulusan dan petunangan mereka. Mereka dihadapkan pada kondisi sulit seperti awal pertama menginjakkan kaki di NTU,  karena tidak adanya penghasilan tetap. Mereka mengambil langkah ekstrim yang mepertaruhkan masa depan mereka. Tidak jarang teman-teman mereka mengejak bahkan mencemoh. Mereka tetap pada pendirian untuk berwirausaha. Pilihan jatuh kepada sales produk keuangan atau disebut sales asuransi. Bekerja di sebuah perusahaan asuransi yang sederhana, terletak di atas bangunan berlantai  11.  Prudential namanya, kebanyak sales berkewarganegaraan Singapura. Kebanyakan perusahaan asuransi memang tidak menerima warga asing bekerja di perusahaan mereka. Tetapi tidak pada perusahaan itu. Awalnya, Merry Riana memasarkan produk melalui telepon , cara ini dirasa tidak berhasil. Dia dan Alva mencoba strategi baru. Dia mencoba memasarkan produk asuransi melalui door to door. Namun, cara ini juga tidak berhasil. Tidak jarang dia mengalami penolakan demi penolakan. Akhirnya konsep street prospecting menjadi jalan keluar. Hari pertama menjalankan konsep itu, tidak satupun klien yang berhasil mereka dapatkan. Sulit membuat orang-orang berhenti mendengarkan presentasi yang Merry Riana lakukan. Mereka tidak kehabisan akal, mereka memilih stasius MRT. Cara ini ternyata berhasil, Merry Riana berhasil mempresentasikan kepada calon klien. Tidak sedikit yang menandatangi kontrak perjanjian. Mereka kemudian menemukan strategi baru yakni memasarkannnya ke kawasan agak kumuh, Jurong East di pinggiran Singapura. Setiap malam, dia tidak lupa menawarkan produk asuransi kepada teman-temannya. Walau penolakan demi penolakan yang dia dapatkan. Salah seorang teman yang memberi respons adalah Luki, tentu saja Merry Riana sangat bersemangat. Esoknya, Ketika kondisi fisik dan mental tidak memungkinkannya untuk bekerja terlalu larut. Dia dan Alva memutuskan untuk berhenti. Sesampainya di apartemen, Merry Riana mencoba menelpon ibunya. Sesuatu terjadi, Ibunya mengatakan bahwa Luki meminta ibunya untuk menyampaikan keluhan mengenai tawaran asuransi. Luki mengatakan bahwa dia sangat terganggun dengan perlakuan Merry Riana. Otomatis, hati ibunya terluka dengan keluhan itu. Dia hampir saja putus asa. Alva mencoba menguatkan dan menyampaikan strategi baru. Setidaknya, mereka perlu melakukan presentasi sebanyak 20 kali dalam sehari. Suatu ketika kejadian tidak terduga, ketika dia sudah merasa frustasi. Seorang Nenek berusia 60 tahun mendepositokan uangnya sebesar 100 ribu dolar kepadanya. Investasi yang melebihi perkiraannya. Disini titik awal kesuksesannya mulai terlihat.

Marry Riana telah membuktikan teori The Darkest Hours yang mengatakan, "di tahap akhir menjelang titik sukses,  orang akan akan menghadapi tantangan yang luar biasa sulit."

Review Film Marry Riana (Mimpi Sejuta Dolar)

Saya agak kecewa ketika menonton film Marry Riana (Mimpi Sejuta Dolar) di bioskop beberapa minggu lalu. Saya pikir film ini akan sama persis dengan bukunya. Ada beberapa adegan yang menurut saya berbeda.

Pertama, latar belakang mengapa Marry dikirm ke Singapura oleh orangtuanya. Dalam bukunya mengisahkan bahwa Marry dikirm murni untuk mengenyam pendidikan di Nanyang Tehonology University sedangkan dalam film mengisahkan, dia sengaja dikirm untuk menghindari kerusuhan pada masa itu. Dia titipkan kepada saudara Ayahnya, paman Hans. Berhubung paman Hans tidak ada ditempat. Dia menyusuri kota Singapura tanpa arah tujuan. Tidak sengaja, dia bertemu kawan lamanya, Irene. Dia menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Irene mengajak Marry Riana ke asrama kampusnya, Nanyang Technology University. Tidak ada sedikitpun niat untuk kuliah disana. Karena melihat ada peluang berupa fasilitas kredit bagi mahasiswa ‘pas-pasan’ seperti dirinya. Akhirnya dia memutuskan untuk kuliah di NTU. Jelas sekalikan perbedaannya?

Kedua, kisah cinta antara Alva dan Merry. Siapa sosok Irene? apakah Irene adalah Eleine. Dalam bukunya sosok Eleine, sahabat Merry adalah seorang gadis cantik dan pintar begaul. Eleine tidak memiliki ketertarikan khusus dengan Alva. Merry dan Alva bertemu ketika mengikuti pelajaran pendalaman kitab suci.Dalam filmya, Alva adalah seorang senior. Irene dan Alva terlebih dahulu saling mengenal dibanding Merry. Irene lah yang nengenalkan Alva kepada Merry.

Elleine yang diperankan Kimberly Rider

Ketiga, latar waktu. Saya setuju dengan review berikut.

Sebagaimana mestinya film-film yang mengambil cerita di waktu lampau, setting tentunya harus disesuaikan dengan masanya, agar ada authenticity di sana. Tapi tidak dengan film Merry Riana. Menceritakan tahun-tahun sulit Merry (Chealsea Islan) hingga ia jadi seperti sekarang ini, the only thing that fits the timeline cuma baju dan celana cutbray Merry doang – bahkan baju teman-teman terdekat Merry seperti si Alva (Dion Wiyoko) dan Irene (Kimberly Ryder) aja kekinian banget. Sisanya, kita bisa lihat iPhone 5, Marina Bay Sands, dan Singapore Flyer, yang jelas-jelas belum ada di tahun 98. Dan mengingat Habibie Ainun yang juga merupakan produksi MD Pictures mampu menggambarkan masa remaja Habibie supaya merepresentasikan latar waktu  yang sesungguhnya, gue jadi bingung, kenapa Merry Riana engga ya? Review Marry Riana-Mimpi Sejuta Dolar (Hestu Saputera 2014)

Sehingga penonton dibuat bertanya, adik saya saja mengira ini sengaja disetting tahun 2014. Coba pikir kok bisa dimuat kerusuhan tahun 1998, anehkan?

Selain itu, saya anggap peran Merry Riana yang dimainkan Chealsea Islan gagal menggetarkan hati saya. Betapa tidak, saya tidak sedikitpun mengeluarkan air mata terkecuali adegan ketika Marry Riana dan Irene berbaikan kembali setelah berselisih karena masalah cinta. Film ini lebih menitibaratkan pada kisah percintaan dan persahabatan. Menurut saya, sikap energik Chealsea Islan tidak menimbulkan rasa iba. Padahal dalam bukunya, Merry seringkali mengalami frustasi akibat penolakan demi penolakan ketika memasarkan produk asuransinya. Yang mebuat saya bercucuran air mata selama membaca halaman demi halaman buku itu.

Yah, apapun kekurangan dalam film ini. Saya acungkan jempol untuk chemistry antara Chealsea Islan dan Dion Wiyoko. Untuk genre romantis, film ini benar-benar mengesankan. Ditambah kisah persahabatan antara Merry Riana dan Irene yang benar-benar natural.